A. Pengertian Bahasa
Bahasa
adalah salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat
manusia, karena bahasa senantiasa ada dalam diri manusia, alam, sejarah, dan
wahyu Tuhan. Tuhan juga menampakkan diri-Nya melalui bahasa-Nya, yaitu bahasa
alam dan kitab suci (ayat kauniyah dan wahyu), sehingga mempelajari bahasa
merupakan salah satu bentuk ibadah kita. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya,
bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat
dikaidahkan.
Bahasa
menurut para ahli dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Bloch dan
Tragrer
Bahasa
merupakan suatu sistem simbol-simbol bunyi arbriter yang dipergunakan oleh kelompok
sosial sebagai alat untuk berkomunikasi (Hidayat,2009: 22).
2. Harimurti
Kridalaksana
Bahasa adalah sistem
lambang arbiter yang dipergunakan masyarakat sebagai alat untuk bekerjasama,
berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Lambang bunyi bahasa itu bersifat
arbiter. Artinya, hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak
bersifat wajib, bisa berubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang
tersebut mengonsepsi makna tertentu. Secara konkret, mengapa lambang bunyi
(kuda) digunakan untuk menyatakan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa
dikendarai’ adalah tidak dapat dijelaskan (Hidayat, 2009: 22).
B.
Pengertian Linguistik
Secara populer orang sering
menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. “Linguistik” berarti “ilmu bahasa”.
Kata linguistik berasal dari kata latin lingua
‘bahasa’. Dalam bahasa-bahasa “roman” (yaitu bahasa-bahasa yang berasal
dari bahasa latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua latin itu, yaitu langue
dalam bahasa Prancis, dan lingua
dalam bahasa Itali. Bahasa inggris memungut Prancis kata yang kini menjadi language. Istilah linguistics dalam bahasa inggris berkaitan dengan kata language itu, seperti dalam bahasa
Prancis istilah linguistique berkaitan
dengan langage. Dalam bahasa
indonesia “linguistik” adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah
“linguistis” atau “linguistik” (Verhaar, 2012: 3). Linguistik adalah bidang
ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai
objek kajiannya (Chaer,Agustina, 2010: 2).
C. Pengertian Filsafat Bahasa
Selain filsafat, muncul juga istilah
tentang filsafat bahasa.
Filsafat bahasa merupakan sesuatu yang baru dan muncul di abad-20.
Menurut beberapa ahli, filsafat bahasa adalah sebagai berikut. Menurut Verhaar terdapat dua istilah
dalam filsafat bahasa, yaitu:
a. Filsafat mengenai bahasa sebuah yaitu
sistem yang dipergunakan seorang filosof untuk melakukan pendekatan terhadap
bahasa sebagai sebuah objek kajian.
b. Filsafat berdasarkan bahasa ialah sebuah
alat yang digunakan untuk mencari sumber yang akan dijadikan tiitk pangkal
penyedia segala kebutuhan (Hidayat, 2009: 12-13).
2. Menurut Rizal Mustansyir, Filsafat
bahasa adalah penyelidikan yang mendalam terhadap bahasa yang dipergunakan
dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan antara filsafat yang mengandung makna
dan tidak mengandung makna (Hidayat, 2009: 12-13).
3. Menurut J. R. Searle terdapat
perbedaan antara istilah filsafat bahasa dan filsafat linguistik/kebahasaan,
yaitu :
a) Filsafat bahasa (philosopy of leanguage) adalah suatu
upaya yang mengandung analisis mengenai unsur-unsur umum dalam bahasa, mengenai
: makna, acuan atau referensi, kebenaran, verifikasi, tindak tutur dan
ketidaknalaran dan ia menjadi pokok pembahasan dalam filsafat.
b) Filsafat kebahasaan (linguistic philosppy) adalah Suatu upaya
untuk memecahkan masalah-masalah filosofis dengan menganalisis makna kata dan
hubungan logis antar kata dalam bahasa dan ia adalah salah satu metode dalam
ilmu filsafat.
4. Menurut Russel dan Wittgenstein, menyatakan
bahwa kata mempunyai hubungan dengan dunia di luar dirinya, mengandung kriteria
kebermaknaan dan prinsip pemastian atau verifikasi. Contoh: ada kuda makan
rumput di kandang. Secara analisis kata tersebut benar, karena kuda adalah
binatang yang dipelihara di kandang dan ia adalah pemakan rumput. Akan tetapi,
secara empiris akan dipertimbangkan kebenarannya, karena ada kemungkinan ada
kuda yang dipelihara di luar kandang dan sedang makan rumput, mungkin juga ada
kuda di dalam kandang namun tidak sedang makan rumput. Filsafat
bahasa adalah salah satu cabang ilmu filsafat dengan
metode tertentu yang menyelidiki bahasa secara mendalam, logis, dan serius.
D.
Hubungan Filsafat Bahasa dengan Filsafat Linguistik
Bahasa juga tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan
antarmanusia, tetapi jangan lupa, bahasa pun mampu mengubah seluruh
kehidupan manusia. Artinya bahwa bahasa merupakan aspek
terpenting dari kehidupan manusia. Kearifan Melayu mengatakan : “Bahasa adalah
cermin budaya bangsa, hilang budaya maka hilang bangsa”. Jadi bahasa adalah sine qua non, suatu yang mesti ada bagi
kebudayaan dan masyarakat manusia (Hidayat, 2009: 30).
Bagaimanapun
alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof
(ahli filsafat) tidak mungkin bisa mengungkapkan perenungan kefilsafatannya
kepada orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang
buah pikiran kefilsafatan.
Louis O. Katsooff, berpendapat
bahwa suatu sistem filsafat sebenarnya dalam
arti tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan kefilsafatan
dapat dipandang sebagai upaya penyusunan bahasa tersebut.
Berdasarkan hal tersebut filsafat dan bahasa senantiasa akan beriringan. Hal
ini karena bahasa pada hakikatnya merupakan sistem simbol-simbol. Sedangkan tugas filsafat yang utama adalah mencari jawab dan
makna dari seluruh simbol yang menampakkan diri di
alam semesta ini. Bahasa adalah alat untuk membongkar
seluruh rahasia simbol-simbol tersebut (Hidayat,2009:31).
Dari uraian di
atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki hubungan atau relasi
yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum kausalitas (sebab musabbab dan
akibat) yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof
(ahli filsafat), baik secara langsung maupun tidak, akan senantiasa menjadikan
bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapa pun dan
dalam kondisi bagaimanapun. Bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk
dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan
tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks.
Salah satu kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara tuntas dan
sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemologi, antologi dan aksiologi.
1.
Epsitemologi
(asal mula) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan
cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan
merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya. Secara rasional,
ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara
empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Secara umum bahasa dapat difenisikan
sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa adalah alat komunikasi yang berupa
sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap pada manusia Seperangkat aturan
yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman
berbahasa inilah yang disebut Tata bahasa.
Untuk selanjutnya yang berhubungan dengan tata bahasa akan dibahas lebih
detail lagi yaitu tentang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan
etimologi. Pengertian dari Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau
mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara
gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan
komponen-komponen kalimat dan proses pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang
secara khusus menganalisis arti atau makna kata ialah semantik, sedang yang
membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi.
2.
Ontologikal (Objek atau sasaran)
membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman
ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda
yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan
bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.
3.
Semantikal / Aksiologi (nilai dan
fungsi) meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek
kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan,
baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu. Salah satu
aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Secara umum fungsi bahasa
adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama
bahasa.
Hubungan fungsional antara bahasa dan filsafat adalah :
1. Filsafat adalah metode yang
digunakan para filosof dalam memecahkan permasalahan bahasa. Seperti dalam
menjawab apa itu hakekat bahasa ?
2. Pandangan ahli filsafat akan mewarnai
pandangan para ahli bahasa dalam mengembangankan teorinya.
3. Filsafat berfungsi sebagai pengarah
ahli bahasa dalam merelevansikan bahasa dengan realitas kehidupan umat manusia.
4. Filsafat bahasa berfungsi sebagai
pengembang ilmu bahasa atau linguistik dan ilmu sastra (Hidayat, 2009: 37-38).
Semua ahli filsafat sependapat bahwa hubungan bahasa dengan filsafat sangat
erat bahkan tidak dapat dipisahkan terutama dalam pengertian pokok bahwa tugas
utama filsafat adalah analisis konsep-konsep dan karena konsep tersebut
terungkapkan melalui bahasa. Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak
terpisahkan. Bahasa berperan penting dalam upaya pengembangan dan
penyebarluasan ilmu. penyebarluasan ilmu juga tidak mungkin dilaksanakan tanpa
bahasa sebagai media komunikasi.
Peranan filsafat bahasa dalam pengembangan ilmu bahasa sangat penting.
Filsafat bahasa ini mempunyai kekhususannya, yaitu masalah yang dibahas
berkenaan dengan bahasa, yaitu ungkapan-ungkapan bahasa yang mempunyai arti. Di
dalam pengembangan bahasa peranan filsafat bahasa cukup jelas, akibat banyaknya
timbul kata-kata baru, sinonim, struktur kalimat, singkatan (akronim) dan
kaidah-kaidahnya. Ini semua karena ilmu pengetahuan yang semakin meningkat pada
saat ini, dan banyak timbul paradigma baru.
Filsafat Bahasa
adalah ilmu gabungan antara filsafat
dan linguistik.
Ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa
sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik.
Filsafat bahasa dan Filsafat linguistik sama-sama membahas makna dalam sebuah
kata atau bahasa. Mempelajari
bahasa dan linguistik membantu menyelesaikan
dan melaksanakan tugas dalam penyelidikan bahasa serta melatih dan mengajarkan
keterampilan berbahasa.
E.
Linguistik sebagai disiplin ilmu
Manusia
dalam kehidupannya memiliki keberagaman bahasa. Sebagai implikasinya akan
sangat dibutuhkan sebuah ilmu ataupun studi yang bisa membandingkan dan menyatukan bahasa
dalam sebuah konsep yang dapat dikaji oleh semua orang dalam
mempelajari dan mengenal berbagai bahasa lain di dunia. Oleh karena itu, studi yang mempelajari tentang
ilmu bahasa dan kebahasaan dalam hal ini disebut Linguistik. Belajar linguistik dan bahasa membantu
menyelesaikan dan melaksanakan tugas dalam penyelidikan bahasa serta melatih
dan mengajarkan keterampilan berbahasa.
Ilmu dapat dikatakan satu hal yang
sangat penting dalam kehidupan manusia.
Ilmu
merupakan bagian pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan
terhadap satu bidang permasalahan dengan menggunakan metode penelitian yang
terpercaya untuk memperoleh kebenaran baru yang berhubungan dengan bidang
tersebut yang kemudian disusun secara sistematis dan koheren. Menurut Plato,
ilmu adalah keyakinan sejati yang dibenarkan. Definisi ini ringkas-padat,
tetapi mendalam. Kita dapat memecahkan menjadi tiga unsur yaitu : keyakinan,
kebenaran dan dan nalar. Sedangkan Imam al-Ghazali menyatakan ilmu sebagai
pengenalan suatu atas dirinya. Definisi disini, untuk tahu sesuatu, berarti
mengenali sesuatu itu sebagai adanya (Husaini,2014:73).
Ilmu
memiliki empat ciri diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan metode
tertentu dan langkah-langkah yang sistematis, mencakup satu bidang tertentu
dari kenyataan, dan disusun secara koheren. Dalam ilmu, ada berbagai cabang
ilmu yang berada di dalamnya. Cabang ilmu ini dikembangkan sesuai dengan
didisiplin ilmunya masing-masing.
Ilmu mempunyai beberapa karakteristik,
adapun karakteristik ilmu menurut beberapa pakar ilmu dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. 1. Umum
Ilmu
linguistik sering disebut “linguistik umum”. Artinya ilmu linguitik tidak hanya
menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa inggris, atau bahasa
indonesia), tatapi linguistik itu menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah dari de Saussure, dapat kita merumuskan bahwa
ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage
itu, yaitu bahasa pada umumnya (Verhaar,2012:4).
2. 2. Linguistik sebagai ilmu pengetahuan spesifik
Sebagai
mana kita ketahui, ada bermacam-macam ilmu pengetahuan, misalnya ilmu
pengetahuan hukum, ilmu pasti alam, ilmu psikologi, ilmu sosiologi, dan lain
sebagainya. Dalam masing-masing ilmu tersebut, bahasa dapat menjadi “objek”
penelitian. Misalnya seorang ahli ilmu psikologi, yang meneliti “kejiwaan”
manusia. Sifat-sifat psikologis manusia tercermin, antara lain juga dalam
bahasa, misalnya dalam hubungan afektif, atau emosi. Jadi jelas seorang ahli
psikologi dapat berurusan dangan bahasa. Namun, ia tidak mutlak harus menjadi
seorang ahli linguistik, karenan ahli linguistik berurusan dengan bahasa sebagai
bahasa (Verhaar,2012:5).
3. 3. Linguistik sebagai ilmu empiris
Ilmu-ilmu
seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan lain sebagainya, seiring disebut
ilmu “empiris”. Artinya, ilmu-ilmu tersebut berdasarkan “fakta” dan “data” yang
dapat diuji oleh ahli tertentu dan juga oleh semua ahli lainnya. Demikian pula
halnya dengan ilmu linguistik. Dalam ilmu empiris peneliti menjauhkan diri dari
“keyakinan” yang tidak berdasarkan fakta (Verhaar,2012:5). Menurut Kant,
empiris memberikan keputusan yang bersifat sintetis,
yang kebenarannya tidak bersifat mutlak (Fauzan, 2014: 27).
4. 4. Objek linguistik
Objek
linguistik adalah bahasa. Akan tetapi pengrtian bahasa istilah “bahasa” itu
belum tentu jelas. Pendefinisian bahasa yang dibahas sebagai berikut:
a. Istilah “bahasa” sering dipakai
dalam arti kiasan, seprti dalam ungkapan seperti “bahasa tari”, “bahasa alam”,
“bahasa tubuh”, dan lain sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa arti kiasan
seperti itu tidak termasuk arti istilah “bahasa” dalam ilmu linguistik.
b. Ada pengertian istilah “bahasa”
dalam arti “harafiah”. Arti itu yang kita temukan dalam ungkapan seperti “ilmu
bahasa”, bahasa indonesia”, “bahasa inggris”, “semestaan bahasa”, dan lain
sebagainya. Dalam pengertian demikian kita sebaliknya membedakan langage, langue, dan parole (Verhaar,2012:6).
Hanya
dalam pengertian kedua inilah bahasa itu menjadi objek ilmu linguistik. Di samping itu, kita juga membedakan bahasa
tutur dan bahasa tulis. Bahasa tulis dapat disebut ‘”turunan” dari bahasa
tutur. Bahasa tutur merupakan objek primer ilmu linguistik, sedangkan bahasa
tulis merupakan objek sekunder linguistik. Bahasa tulis, atau “ortografi”, pada
umumnya tidak merupakan representasi langsung dari bahasa tutur, dan justru
disinilah ada anyak masalah yang pantas diteliti oleh ahli linguitik. Hal yang
penting disini ialah setiap bahasa pada dasarnya berbentuk bahasa tutur. Hanya
secara sekunder sajalah bahasa berbentuk bahasa tulis.
Perlu
diperhatikan bahwa menguasai suatu bahasa (dalam arti dapat memakai secara lancar)
tidak sama dengan mampu menerangkan kaidah-kaidahnya. Tambahan pula, belajar
suatu bahasa tidak sama dengan belajar suatu bahasa tersebut. Misalnya, menguasai bahasa Indonesia, tetapi
tanpa keahlian khusus, maka ia tidak dapat menerangkan tata bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, hal yang dikuasai yaitu bahasa Indonesia sebagai langue memang merupakan objek penelitian
linguistik terhadap bahasa, tetapi cara menguasai bahasa tersebut bukanlah
objek linguistik. Fungsi penguasaan bahasa dalam penelitian linguistik adalah
penguasaan merupakan titik tolak dari penelitian. Secara intuitif, contoh
kalimat parole benar atau tidak
benar. Misalnya “Kucing itu mengejar besar tikus”, serta-merta kita tahu bahwa
kalimat itu tidak benar . bukan karena orang itu tidak bisa bahasa Indonesia,
melainkan karena alas an lain, seperti salah ucap atau ia kurang memperhatikan
ucapannya.
Parole adalah objek linguistik konkret.
Karena kita lancar dalam bahasa yang bersangkutan atau orang lain yang membantu
kita., kita dapat membedakan yang tepat dengan yang tidak tepat, dan dari
itulah dapat kita tarik kesimpulan menyangkut langue yang bersangkutan. Akhirnya, dengan membandingkan
bahasa-bahasa yang agak banyak, kita dapat menyimpulkan hal-hal tertentu
tentang langage.
Ada
beberapa syarat agar suatu pengetahuan dapat dikatakan ilmu, yaitu :
1.
Adanya suatu obyek yang
diamati atau diteliti
Sebagai objek kajian linguistik, parole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang
diucapkan oleh penutur dari suatu masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud
sistem suatu bahasa tertentu secara keseluruhan, sedangkan langage merupakan objek yang paling absatrak karena dia berwujud
sistem bahasa secara universal (Muhammad, 2011:29).
Masalah objek kebahasaan dapat
dirumuskan dengan menggunakan lingistik mikro dan makro. Linguistik mikro
adalah ilmu bahasa yang mengkaji struktur internal bahasa. Sedangkan linguistik
mikro adalah ilmu bahasa yang mengkaji bahasa secara multi-disipliner. Yang
dikaji dalam linguistik maikro struktur internal suatu bahasa tertentu atau
strukteu internal suatu bahasa tertentu. Linguistik mikro mencakup fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi. Sub-disiplin ini dapat
digunakan menjelaskan temuan peneliti dan merumuskan masalah penelitian bahasa
yang relevan dengan objek sasran peneliti.
Linguistik makro menyelidiki bahasa
dalam kaitannya dengan faktor-faktor luar bahasa, lebih banyak membahas faktor
luar bahasanya dari pada struktur internal bahasa. Faktor-faktor luar bahasa
ini digunakan untuk menjelajah bahasa. Masalah diluar bahasa sangat banyak.
Oleh karena itu, sub-disiplin linguistik makro itupun banyak sekali, misalnya
subdisiplin seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik,
etnolinguistik, stilistika, filologi, dialektologi, filsafat bahasa, dan
neurolonguistik (Muhammad, 2011:133).
- Adanya suatu metode
Menurut dunia ilmu pengetahuan, kata
metode sering diartikan sebagai jalan berpikir dalam bidang penelitian untuk
memperoleh pengetahuan. Setidaknya terdapat lima metode yang dapat digunakan
untuk mempelajari filsafat bahasa. Lima metode itu adalah :
a. Metode
historis
Metode
historis adalah suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada
prinsip-prinsip metode historigrafi yang meliputi empat tahapan :
1) Heuristik,
artinya penentuang sumber kajian.
2) Kritik,
artinya mengkritisi keabsahan sumber kajian.
3) Interpretasi,
artinya melakukan interpretasi terhadap isi sebuah sumber kajian.
4) Historigrafi,
artinya tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah dalam konteks
ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa.
b. Metode
sistematis
Metode
sistematis ialah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada
pendekatan material (isi pemikiran). Melalui metode ini, seseorang bisa
mempelajari filsafat bahasa mulai dari aspek ontologi filsafat bahasa, kemudian
dilanjutkan pada aspek epistemologi, dan akhirnya sampai pada pembahasan
mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa. Selain itu, melalui metode sistematis
ini seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai dari salah satu
aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya. Misalnya, mua-mula
dipelajari aliran analisa bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran atau
pemikiran lainnya seperti positivism logis, strukturalisme, posstrukturalisme
dan posmodernisme.
c. Metode
kritis
Metode
kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Di
dunia perguruan tinggi biasanya digunakan oleh para mahasiswa pascasarjana.
Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat.
Mengkritik itu boleh jadi dengan cara menentang suatu pemikiran atau bisa juga
mendukung suatu pemikiran.
d. Metode
analisis abstrak
Metode
analisis abstrak, yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena
kebahasaan dengan cara memilah-milah. Selanjutnya dilakukan generalisir secara
abstarak sesuai dengan kaidah berpikir logis. Analisis dilakukan dengan cara
memadukan analisis logis deduksi dan analisis induksi sebagaimana yang telah
dilakukan B. Russell.
e. Metode
intuitif
Metode
intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai
simbol-simbol. Metode ini telah lama diperaktikkan oleh para teosofi Islam
(ahli tasawuf) dan mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf. Di dunia Barat,
tokoh yang telah memperaktikkan metode ini adalah Henry Bergson (Hidayat, 2009: 15-17).
- Pokok permasalahan
Ilmu menunjukkan adanya suatu pokok
bahasan atau permasalahan yang dikaji. Berbagai disiplin ilmu
yang ada dalam setiap cabang ilmu akan sangat membantu manusia dalam memperlajari
fenomena alam, manusia, serta mahkluk hidup lainnya.
Pada dasarnya setiap ilmu termasuk ilmu linguistik, telah mengalami tiga
tahap perkembangan sebagai berikut.
1. 1. Tahap spekulasi
Dalam tahap ini
pembicaraan mengenai sesuatu dan cara mengambil simpulan dilakukan dengan sikap
spekuatif. Artinya kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti
empiris dan dilaksanakan tanpa mengguanakan prosedur-prosedur
tertentu. Tindakan
spekulatif ini
kita lihat,
dalam studi
bahasa, dulu orang mengira bahwa semua bahasa di dunia ini diturunkan dari bahasa
Ibrani, maka orang juga mengira bahwa Adam dan Hawa memakai bahasa Ibrani di taman Firdaus. Bahkan
sampai awal abad ke-17 seorang filosof Swedia masih mengatakan bahwa di surga
Tuhan berbicara
bahasa Swedia,
Adam berbicara dalam bahasa Denmark, dan Ular berbicara bahasa Prancis (Pei, 1971:12). Semuanya itu
hanyalah spekulasi yang pada zaman sekarang tentunya sukar diterima.
2. 2. Tahap observasi dan klasifikasi
Pada tahap ini
para ahli dibidang bahasa mengumpulkan dan menggolongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori
atau kesimpulan apapun. Kebanyakan ahli sebelum perang kemerdekaan, baru
bekerja sampai ahap ini. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftarkan, ditelaah
ciri-cirinya, lalu dikelompok-kelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri
yang dimiliki bahasa-bahasa tersebut. Cara seperti
3. 3. Tahap adanya perumusan teori
Pada tahap ini,
setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajikan
pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang
dikumpulkan. Kemudian dalam disiplin itu dirumuskan hipotesis-hipotesis yang
berusaha menjawab pertanyaan itu, dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis
terhadap fakta-fakta yang ada (Chaer,2012:7-8).
Disiplin linguistik dewasa ini sudah mengalami ketiga tahap di atas. Artinya, disiplin linguistik itu
sekarang ini sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Selain itu, bisa
dikatakan ketidakspekulatifan dalam menarik kesimpulan merupakan salah satu
ciri keilmiahan. Tindakan tidak spekulatif dalam kegiatan ilmiah berarti
tindakan itu dalam menarik kesimpulan atau teori harus didasarkan pada data
empiris, yakni, data yang nyata ada, yang didapat dari alam yang wujudnya dapat
diobservasi
(Chaer,2012:8).
Aktivitas
empiris biasanya bekerja secara induktif dan deduktif. Pada mulanya kegiatan
itu dimualai dengan mengumpulkan data empiris. Data empiris itu dianalisis dan
diklasifikasikan. Lalu, ditarik kesimpulan berdasarkan data empiris itu.
Kesimpulan ini merupakan kesimpulan induktif. Kemudian kesimpulan ini diuji
lagi pada data empiris yang diperluas. Bila dengan data empiris baru ini
kesimpulan itu tetap berlaku, maka kesimpulan itu berarti semakin kuat
kedudukannya. Sebaliknya jika data baru itu tidak cocok dengan kesimpulan itu,
maka berarti kesimpulan itu menjadi goyah kedudukannya.
Dalam
ilmu logika terdapat dua jenis penalaran: penalaran induktif dan deduktif. Pada
penalaran pertama, mula-mula data disediakan, dianalisis, dibahas dan
disimpulkan. Kesimpulan mengenai data khusus dibuat berdasarkan kesimpulan
umum. Namun, kebenaran kesimpulan deduktif ini sangat tergantun pada kebenaran
kesimpulan umum, yang lazim disebut premis mayor, yang dipakai untuk menarik
kesimpulan deduktif itu (Muhammad,2011:101).
Sebagai
ilmu empiris linguistik berusaha mencari keteraturan atau kaidah-kaidah yang
hakiki dari bahasa yang ditelitinya. Karena itu, linguistik sering juga disebut
ilmu nomotetik. Kemudian sesuai dengan predikat keilmiahan yang disandangnya
linguistik tidak pernah berhenti pada titik kesimpulan; tetapi akan terus
menyempurnakan kesimpulan tersebut berdasarkan data empiris selanjutnya,
lingistik mendekati bahasa yang menjadi objek kajiannya, bukan sebagai apa-apa,
melainkan hanya sebagai bahasa. Pendekatan bahasa sebagai bahasa ini, sejalan
dengan ciri-ciri hakiki bahasa dalam konsep sebagai berikut :
1. 1. Bahasa adalah ujaran, maka
linguistik melihat bahasa sebagai bunyi. Artinya bagi linguitik bahasa lisan
adalah yang primer, sedangkan bahasa tulis hanya sekunder.
2. 2. Bahasa itu bersifat unik, maka
linguistik tidak berusaha menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan
pada bahasa lain.
3. 3. Bahasa adalah suatu sisitem, maka
linguistik mendekati bahasa bukan sebagai suatu kumpulan unsur yang terlepas,
melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan lainnya mempunyai jaringan
hubungan.
4. Karena bahasa itu dapat berubah dari
waktu-kewaktu, sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya,
maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis
(Chaer,2012:11-12).
Setiap
disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau
cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan
masalah-masalah lain. Misalnya ilmu kimia dibagi atas kimia organik dan kimia
anorganik; ilmu kedokteran dibagi, antara lain, atas kedokteran gigi,
kedokteran umum, dan kedokteran hewan. Demikian juga linguistik. Mengingat
bahwa objek linguistik, yaitu bahasa, merupakan fenomena yang tidak dapat
dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu
sangat luas, maka subdisiplin atau cabang linguistik itupun menjadi sangat
banyak. Subdisiplin linguistik seperti linguistik umum, linguistik diskriptif,
linguistik komparatif, linguistik struktural, linguistik antropologis dan
sebagainya. Pembagian atau pencabangan itu diadakan tentunya karena objek yang
menjadi kajian disiplin ilmu itu sangat luas atau menjadi luas karena
perkembangan dunia ilmu (Chaer,2012:13).
Bidang-bidang
bawahan tadi semuanya mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasarinya.
Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur-struktur dasar tertentu,
yaitu struktur bunyi bahasa, yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi.
Struktur kata, yang namanya morfologi, struktur antar-kata dalam kalimat, yang
namanya sintaksis, masalah arti atau makna, yang namanya semantik.
Diantara
bidang-bidang dasariah tadi dibedakan juga antara linguistik sinkronik dan
linguistik diakronik. Misalnya, penelitian sinkronik tentang bahasa Indonesia
menangani kaidah bahasa Indonesia pada zaman sekarang. Sebaliknya, penelitian
diakronikatau historis memaparkan tentang sejarah bahasa (Verhaar,2012:10).
Dilihat dari kajian di atas, dapat
dikatakan linguistik sebagai disiplin ilmu. Hal ini dikarenakan bahwa
linguistik mempelajari bahasa sebagai objek kajiannya. Ilmu linguistik sering
disebut linguistik umum. Artinya ilmu linguitik itu tidak hanya mengkaji sebuah
bahasa saja, seperti bahasa Jawa atau bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk
beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik
manusia, yang dalam peristilahan Prancis disebut langage (Chaer,2012:3).
F.
Ciri-ciri Linguistik sebagai disiplin ilmu
Menurut
Crystal, dalam bukunya Lingistics,
ciri-ciri keilmuan linguistik mensyaratkan sebagai berikut :
1. 1. Eksplisit ( explicitiness)
Ekspilsit
berarti tidak ngawur, tidak ada makna ganda, disusun dan dirumuskan secara
penuh dan menyeluruh dan tidak ada tabrakan antara satu peraturan dengan
peraturan lain.
2. 2. Sistematik (systematicness)
Sistematik
berarti beraturan, memola atau
generalisasi yang utuh, tidak
terpisah-pisah, merupakan satu kesatuan tunggal yang bagian-bagiannya
sejalan dan senada, semuanya mendukung suatu keseluruhan. Linguistik sebagai
ilmu harus sistematis sebab bahasa itu sendiri adalah sistem.
3. 3. Objektif (objectivity)
Objektif
berarti memerikan sesuatu (sifat, hakikat, keadaan) apa adanya, bebas dari
perasaan dan pertimbangan pribadi, yaitu wujud yang sebenarnya hakiki.
Linguistik sebagai ilmu haruslah objektif, bagaimana wujud kenyataan struktur,
pembagian bagian-bagian, dan
aturan-aturan bahasa yang diselidiki. Hal ini baru tercapai bila pemerian
bahasa tersebut merupakan kesimpulan umum dari segala data bahasa yang diamati
(Alwasilah, 2011:67-74).
G.
Subsistem Ilmu Linguistik
1. Fonologi
Menurut Abdul Chaer (2003:102), secara etimologi istilah fonologi ini dibentuk dari kata fon yang bermakna bunyi dan logi yang
berarti ilmu. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologiadalah bidang dalam linguistik
yang menyelidiki bunyi–bunyi bahasa menurut fungsinya. Verhaar (1984:36) mengatakan bahwa fonologi
merupakan bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi-bunyi suatu
bahasa tertentu sesuai fungsinya, untuk membedakan makna leksikal dalam
suatu bahasa. Jadi bunyi bahasa yang dimaksud oleh Verhaar di sini adalah
bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi membedakan makna kata.Dari
pernyataan-pernyaataan tersebut, dapat dikatakan bahwa fonologi merupakan ilmu
yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya.Baik itu bunyi bahasa yang
bersifat membedkan makna, maupun bunyi bahasa yang tidak berfungsi membedakan
makna. Objek kajiannya adalah foneti atau bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Ilmu-ilmu yang tercakup dalam fonologi dalam tataran ilmu bahasa, dibagi
menjadi dua jenis, yakni fonetik dan fonemik.
1. Fonetik
Fonetik atau ilmu bunyi menyelidiki bunyi-bunyi
sebagaimana terdapat dalam periode atau sedapat mungkin terdapat di dalamnya
(Verhaar, 1982:8).
Dapat
disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa
yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.Selain
itu, fonetik juga dapat diartikan sebagai cabang studi fonologi yang
mempelajari bunyi bahasa, tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebur
sebagai pembeda makna atau tidak.
Fonetik juga
mempelajari cara kerja organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan
penggunaan bahasa. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa
itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu: fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik
fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja
dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu
diklasifikasikan. fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai
peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi bunyi itu diselidiki
frekuensigetaranya, aplitudonya,dan intensitasnya. Fonetik
auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga
kita.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan
dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan
masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan
manusia.Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan
fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.
Sebagai ilmu bahasa, fonetik berusaha menemukan
kebenaran-kebenaran umum dan memformulasikan
hukum-hukum tentang bunyi-bunyi itu dan pengucapannya sebagai kemahiran
fonetik. Orang yang sudah terlatih dalam ilmu bunyi, mempunyai pengetahuan dan
kemahiran menganalisis dan menghasilkan tiap bunyi bahasa, karena ia telah tahu
tentang struktur dan fungsi alat-alat ujar.
Fonetik juga dapat menguraikan dengan sangat tepat dan sesederhana
mungkin pembentukan bunyi-bunyi bahasa dan menggunakan alat ucapnya sesuai
dengan uraian yang telah diformulasikan.
2. Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi
bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian
tersebut,fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:319) diartikan: (1)
ilmu bahasa (linguistik) tentang sistem fonem; (2) sistem fonem suatu bahasa;
(3) proseduruntuk menentukan fonem suatu bahasa. Jika dalam fonetik kita
mempelajari segala macam bunyi yang dapatdihasilkan oleh alat-alat ucap serta
bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan,maka dalam fonemik kita mempelajari
dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran yang manakah yang dapat
mempunyai fungsi untuk membedakan makna.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi
bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.Misalnya bunyi [b], [u],
[k]dan [u]; dan [s], [u], [k] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya
padabunyi yang pertama, yaitu bunyi [b] dan bunyi [s].Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa
Indonesia, yaitu fonem [b] dan fonem [s].
2. Morfologi
Secara etimologi, kata morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitumorphe yang berarti bentuk dan logos
yang berarti ilmu.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:755) morfologi
didefinisikan sebagai cabang linguistik yang mengkaji tentang morfem dan
kombinasinya.Dalam kaitannya dengan ilmu bahasa, yang dipelajari oleh morfologi
ialah bentuk kata, perubahan bentuk
kata dan makna semantis yang muncul setelah perubahan kelas kata yang
disebabkan setelah perubahan bentuk kata itu. Dengan kata lain, secara
struktural objek kajian dalam morfologi adalah morfem pada tingkatan terendah
dan kalimat pada tingkaan tertinggi.Itu sebabnya, dikatakan bahwa morfologi
adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna dan kelas kata.
3. Sintaksis
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattein yang berarti ‘menempatkan’.Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1072), sintaksis didefinsiikan sebagai 1)
pengaturan hubungan kata dengan kata lain atau dengan satuan lain yang lebih
besar. 2) cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagiannya atau ilmu
tata kalimat.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah,
Chaedar. 2014. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Alwasilah,
Chaedar. 2011. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa.
Chaer, Abdul.2012. Linguistik Umum.Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010.
Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta
: Rineka Cipta.
Hidayat, Asep Ahmad. 2009. Filsafat
Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda. Bandung : PT Remaja
Rosda Karya.
Husaini, Adian, et.al. 2013. Filsafat Ilmu, Perspektif Barat dan Islam.
Jakarta : Gema Insani.
Fauzan.2014. Pengantar Filsafat Ilmu.Lombok Barat: Arga Puji Press.
Muhammad.2011. Paradiga Kualitatif Penelitian Bahasa. Yogyakarta : Liebe Book
Press.
Tafsir,Ahmad.2013. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Verhaar,
J.W.M. 2012. Asas-asas
Linguistik Umum.
Yogyakarta : Gadjah Mada University press.