Sabtu, 31 Maret 2018

LINGUISTIK SEBAGAI DISIPLIN ILMU



A.  Pengertian Bahasa
Bahasa adalah salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia, karena bahasa senantiasa ada dalam diri manusia, alam, sejarah, dan wahyu Tuhan. Tuhan juga menampakkan diri-Nya melalui bahasa-Nya, yaitu bahasa alam dan kitab suci (ayat kauniyah dan wahyu), sehingga mempelajari bahasa merupakan salah satu bentuk ibadah kita. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.
Bahasa menurut para ahli dapat diuraikan sebagai berikut.
1.   Bloch dan Tragrer
Bahasa merupakan suatu sistem simbol-simbol bunyi arbriter yang dipergunakan oleh kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi (Hidayat,2009: 22). 
2.   Harimurti Kridalaksana
Bahasa adalah sistem lambang arbiter yang dipergunakan masyarakat sebagai alat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Lambang bunyi bahasa itu bersifat arbiter. Artinya, hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu. Secara konkret, mengapa lambang bunyi (kuda) digunakan untuk menyatakan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak dapat dijelaskan (Hidayat, 2009: 22). 
B.     Pengertian Linguistik
Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. “Linguistik” berarti “ilmu bahasa”. Kata linguistik berasal dari kata latin lingua ‘bahasa’. Dalam bahasa-bahasa “roman” (yaitu bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua latin itu, yaitu langue dalam bahasa Prancis, dan lingua dalam bahasa Itali. Bahasa inggris memungut Prancis kata yang kini menjadi language. Istilah linguistics dalam bahasa inggris berkaitan dengan kata language itu, seperti dalam bahasa Prancis istilah linguistique berkaitan dengan langage. Dalam bahasa indonesia “linguistik” adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah “linguistis” atau “linguistik” (Verhaar, 2012: 3). Linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya (Chaer,Agustina, 2010: 2).
C.    Pengertian Filsafat Bahasa
Selain filsafat, muncul juga istilah tentang filsafat bahasa. Filsafat bahasa  merupakan sesuatu yang baru dan muncul di abad-20. Menurut beberapa ahli, filsafat bahasa adalah sebagai berikut. Menurut Verhaar terdapat dua istilah dalam filsafat bahasa, yaitu:
a.  Filsafat mengenai bahasa sebuah yaitu sistem yang dipergunakan seorang filosof untuk melakukan pendekatan terhadap bahasa sebagai sebuah objek kajian.
b.   Filsafat berdasarkan bahasa ialah sebuah alat yang digunakan untuk mencari sumber yang akan dijadikan tiitk pangkal penyedia segala kebutuhan (Hidayat, 2009: 12-13). 
2.      Menurut Rizal Mustansyir, Filsafat bahasa adalah penyelidikan yang mendalam terhadap bahasa yang dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan antara filsafat yang mengandung makna dan tidak mengandung makna (Hidayat, 2009: 12-13).
3.      Menurut J. R. Searle terdapat perbedaan antara istilah filsafat bahasa dan filsafat linguistik/kebahasaan, yaitu :
a)       Filsafat bahasa (philosopy of leanguage) adalah suatu upaya yang mengandung analisis mengenai unsur-unsur umum dalam bahasa, mengenai : makna, acuan atau referensi, kebenaran, verifikasi, tindak tutur dan ketidaknalaran dan ia menjadi pokok pembahasan dalam  filsafat.
b)      Filsafat kebahasaan (linguistic philosppy) adalah Suatu upaya untuk memecahkan masalah-masalah filosofis dengan menganalisis makna kata dan hubungan logis antar kata dalam bahasa dan ia adalah salah satu metode dalam ilmu filsafat.
4.      Menurut Russel dan Wittgenstein, menyatakan bahwa kata mempunyai hubungan dengan dunia di luar dirinya, mengandung kriteria kebermaknaan dan prinsip pemastian atau verifikasi. Contoh: ada kuda makan rumput di kandang. Secara analisis kata tersebut benar, karena kuda adalah binatang yang dipelihara di kandang dan ia adalah pemakan rumput. Akan tetapi, secara empiris akan dipertimbangkan kebenarannya, karena ada kemungkinan ada kuda yang dipelihara di luar kandang dan sedang makan rumput, mungkin juga ada kuda di dalam kandang namun tidak sedang makan rumput. Filsafat bahasa adalah salah satu cabang ilmu filsafat dengan metode tertentu yang menyelidiki bahasa secara mendalam, logis, dan serius.
D.    Hubungan Filsafat Bahasa dengan Filsafat Linguistik
Bahasa juga tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan antarmanusia, tetapi jangan lupa, bahasa pun mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya bahwa bahasa merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia. Kearifan Melayu mengatakan : “Bahasa adalah cermin budaya bangsa, hilang budaya maka hilang bangsa”. Jadi bahasa adalah sine qua non, suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan masyarakat manusia (Hidayat, 2009: 30). 
Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof (ahli filsafat) tidak mungkin bisa mengungkapkan perenungan kefilsafatannya kepada orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buah pikiran kefilsafatan. Louis O. Katsooff, berpendapat bahwa suatu sistem filsafat sebenarnya dalam arti tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai upaya penyusunan bahasa tersebut. Berdasarkan hal tersebut filsafat dan bahasa senantiasa akan beriringan. Hal ini karena bahasa pada hakikatnya merupakan sistem simbol-simbol. Sedangkan tugas filsafat yang utama adalah mencari jawab dan makna dari seluruh simbol yang menampakkan diri di alam semesta ini. Bahasa adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia simbol-simbol tersebut (Hidayat,2009:31). 
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum kausalitas (sebab musabbab dan akibat) yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof (ahli filsafat), baik secara langsung maupun tidak, akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun. Bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks. Salah satu kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara tuntas dan sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemologi, antologi dan aksiologi.
            1.       Epsitemologi (asal mula) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Secara umum bahasa  dapat difenisikan sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap pada manusia Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut Tata bahasa.
Untuk selanjutnya yang berhubungan dengan tata bahasa akan dibahas lebih detail lagi yaitu tentang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi. Pengertian dari Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen-komponen kalimat dan proses pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna kata ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi.
            2.      Ontologikal (Objek atau sasaran) membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.
            3.      Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu. Salah satu aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama bahasa.
Hubungan fungsional antara bahasa dan filsafat adalah :
1.  Filsafat adalah metode yang digunakan para filosof dalam memecahkan permasalahan bahasa. Seperti dalam menjawab apa itu hakekat bahasa ?
2. Pandangan ahli filsafat akan mewarnai pandangan para ahli bahasa dalam mengembangankan teorinya.
3.  Filsafat berfungsi sebagai pengarah ahli bahasa dalam merelevansikan bahasa dengan realitas kehidupan umat manusia.
4.    Filsafat bahasa berfungsi sebagai pengembang ilmu bahasa atau linguistik dan ilmu sastra (Hidayat, 2009: 37-38).
Semua ahli filsafat sependapat bahwa hubungan bahasa dengan filsafat sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan terutama dalam pengertian pokok bahwa tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep dan karena konsep tersebut terungkapkan melalui bahasa. Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Bahasa berperan penting dalam upaya pengembangan dan penyebarluasan ilmu. penyebarluasan ilmu juga tidak mungkin dilaksanakan tanpa bahasa sebagai media komunikasi. 
Peranan filsafat bahasa dalam pengembangan ilmu bahasa sangat penting. Filsafat bahasa ini mempunyai kekhususannya, yaitu masalah yang dibahas berkenaan dengan bahasa, yaitu ungkapan-ungkapan bahasa yang mempunyai arti. Di dalam pengembangan bahasa peranan filsafat bahasa cukup jelas, akibat banyaknya timbul kata-kata baru, sinonim, struktur kalimat, singkatan (akronim) dan kaidah-kaidahnya. Ini semua karena ilmu pengetahuan yang semakin meningkat pada saat ini, dan banyak timbul paradigma baru.
Filsafat Bahasa adalah ilmu gabungan antara filsafat dan linguistik. Ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik. Filsafat bahasa dan Filsafat linguistik sama-sama membahas makna dalam sebuah kata atau bahasa. Mempelajari bahasa dan linguistik membantu menyelesaikan dan melaksanakan tugas dalam penyelidikan bahasa serta melatih dan mengajarkan keterampilan berbahasa.
E.     Linguistik sebagai disiplin ilmu
Manusia dalam kehidupannya memiliki keberagaman bahasa. Sebagai implikasinya akan sangat dibutuhkan sebuah ilmu ataupun studi yang bisa membandingkan dan menyatukan bahasa dalam sebuah konsep yang dapat dikaji oleh semua orang dalam mempelajari dan mengenal berbagai bahasa lain di dunia. Oleh karena itu, studi yang mempelajari tentang ilmu bahasa dan kebahasaan dalam hal ini disebut Linguistik. Belajar  linguistik dan bahasa membantu menyelesaikan dan melaksanakan tugas dalam penyelidikan bahasa serta melatih dan mengajarkan keterampilan berbahasa.
Ilmu dapat dikatakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ilmu merupakan bagian pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan terhadap satu bidang permasalahan dengan menggunakan metode penelitian yang terpercaya untuk memperoleh kebenaran baru yang berhubungan dengan bidang tersebut yang kemudian disusun secara sistematis dan koheren. Menurut Plato, ilmu adalah keyakinan sejati yang dibenarkan. Definisi ini ringkas-padat, tetapi mendalam. Kita dapat memecahkan menjadi tiga unsur yaitu : keyakinan, kebenaran dan dan nalar. Sedangkan Imam al-Ghazali menyatakan ilmu sebagai pengenalan suatu atas dirinya. Definisi disini, untuk tahu sesuatu, berarti mengenali sesuatu itu sebagai adanya (Husaini,2014:73).
Ilmu memiliki empat ciri diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan metode tertentu dan langkah-langkah yang sistematis, mencakup satu bidang tertentu dari kenyataan, dan disusun secara koheren. Dalam ilmu, ada berbagai cabang ilmu yang berada di dalamnya. Cabang ilmu ini dikembangkan sesuai dengan didisiplin ilmunya masing-masing.
Ilmu mempunyai beberapa karakteristik, adapun karakteristik ilmu menurut beberapa pakar ilmu dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      1. Umum
Ilmu linguistik sering disebut “linguistik umum”. Artinya ilmu linguitik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa inggris, atau bahasa indonesia), tatapi linguistik itu menyangkut bahasa pada umumnya.  Dengan memakai istilah dari    de Saussure, dapat kita merumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage itu, yaitu bahasa pada umumnya (Verhaar,2012:4).
2.      2. Linguistik sebagai ilmu pengetahuan spesifik
Sebagai mana kita ketahui, ada bermacam-macam ilmu pengetahuan, misalnya ilmu pengetahuan hukum, ilmu pasti alam, ilmu psikologi, ilmu sosiologi, dan lain sebagainya. Dalam masing-masing ilmu tersebut, bahasa dapat menjadi “objek” penelitian. Misalnya seorang ahli ilmu psikologi, yang meneliti “kejiwaan” manusia. Sifat-sifat psikologis manusia tercermin, antara lain juga dalam bahasa, misalnya dalam hubungan afektif, atau emosi. Jadi jelas seorang ahli psikologi dapat berurusan dangan bahasa. Namun, ia tidak mutlak harus menjadi seorang ahli linguistik, karenan ahli linguistik berurusan dengan bahasa sebagai bahasa (Verhaar,2012:5).
3.     3. Linguistik sebagai ilmu empiris
Ilmu-ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan lain sebagainya, seiring disebut ilmu “empiris”. Artinya, ilmu-ilmu tersebut berdasarkan “fakta” dan “data” yang dapat diuji oleh ahli tertentu dan juga oleh semua ahli lainnya. Demikian pula halnya dengan ilmu linguistik. Dalam ilmu empiris peneliti menjauhkan diri dari “keyakinan” yang tidak berdasarkan fakta (Verhaar,2012:5). Menurut Kant, empiris memberikan keputusan yang bersifat sintetis, yang kebenarannya tidak bersifat mutlak (Fauzan, 2014: 27).
4.     4. Objek linguistik
Objek linguistik adalah bahasa. Akan tetapi pengrtian bahasa istilah “bahasa” itu belum tentu jelas. Pendefinisian bahasa yang dibahas sebagai berikut:
a.       Istilah “bahasa” sering dipakai dalam arti kiasan, seprti dalam ungkapan seperti “bahasa tari”, “bahasa alam”, “bahasa tubuh”, dan lain sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa arti kiasan seperti itu tidak termasuk arti istilah “bahasa” dalam ilmu linguistik.
b.      Ada pengertian istilah “bahasa” dalam arti “harafiah”. Arti itu yang kita temukan dalam ungkapan seperti “ilmu bahasa”, bahasa indonesia”, “bahasa inggris”, “semestaan bahasa”, dan lain sebagainya. Dalam pengertian demikian kita sebaliknya membedakan langage, langue, dan parole (Verhaar,2012:6).
Hanya dalam pengertian kedua inilah bahasa itu menjadi objek ilmu linguistik.  Di samping itu, kita juga membedakan bahasa tutur dan bahasa tulis. Bahasa tulis dapat disebut ‘”turunan” dari bahasa tutur. Bahasa tutur merupakan objek primer ilmu linguistik, sedangkan bahasa tulis merupakan objek sekunder linguistik. Bahasa tulis, atau “ortografi”, pada umumnya tidak merupakan representasi langsung dari bahasa tutur, dan justru disinilah ada anyak masalah yang pantas diteliti oleh ahli linguitik. Hal yang penting disini ialah setiap bahasa pada dasarnya berbentuk bahasa tutur. Hanya secara sekunder sajalah bahasa berbentuk bahasa tulis.
Perlu diperhatikan bahwa menguasai suatu bahasa (dalam arti dapat memakai secara lancar) tidak sama dengan mampu menerangkan kaidah-kaidahnya. Tambahan pula, belajar suatu bahasa tidak sama dengan belajar suatu bahasa tersebut. Misalnya, menguasai bahasa Indonesia, tetapi tanpa keahlian khusus, maka ia tidak dapat menerangkan tata bahasa Indonesia. Dengan kata lain, hal yang dikuasai yaitu bahasa Indonesia sebagai langue memang merupakan objek penelitian linguistik terhadap bahasa, tetapi cara menguasai bahasa tersebut bukanlah objek linguistik. Fungsi penguasaan bahasa dalam penelitian linguistik adalah penguasaan merupakan titik tolak dari penelitian. Secara intuitif, contoh kalimat parole benar atau tidak benar. Misalnya “Kucing itu mengejar besar tikus”, serta-merta kita tahu bahwa kalimat itu tidak benar . bukan karena orang itu tidak bisa bahasa Indonesia, melainkan karena alas an lain, seperti salah ucap atau ia kurang memperhatikan ucapannya.
Parole adalah objek linguistik konkret. Karena kita lancar dalam bahasa yang bersangkutan atau orang lain yang membantu kita., kita dapat membedakan yang tepat dengan yang tidak tepat, dan dari itulah dapat kita tarik kesimpulan menyangkut langue yang bersangkutan. Akhirnya, dengan membandingkan bahasa-bahasa yang agak banyak, kita dapat menyimpulkan hal-hal tertentu tentang langage.
Ada beberapa syarat agar suatu pengetahuan dapat dikatakan ilmu, yaitu :
1.       Adanya suatu obyek yang diamati atau diteliti
Sebagai objek kajian linguistik, parole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh penutur dari suatu masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara keseluruhan, sedangkan langage merupakan objek yang paling absatrak karena dia berwujud sistem bahasa secara universal (Muhammad, 2011:29).
Masalah objek kebahasaan dapat dirumuskan dengan menggunakan lingistik mikro dan makro. Linguistik mikro adalah ilmu bahasa yang mengkaji struktur internal bahasa. Sedangkan linguistik mikro adalah ilmu bahasa yang mengkaji bahasa secara multi-disipliner. Yang dikaji dalam linguistik maikro struktur internal suatu bahasa tertentu atau strukteu internal suatu bahasa tertentu. Linguistik mikro mencakup fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi. Sub-disiplin ini dapat digunakan menjelaskan temuan peneliti dan merumuskan masalah penelitian bahasa yang relevan dengan objek sasran peneliti.
Linguistik makro menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor luar bahasa, lebih banyak membahas faktor luar bahasanya dari pada struktur internal bahasa. Faktor-faktor luar bahasa ini digunakan untuk menjelajah bahasa. Masalah diluar bahasa sangat banyak. Oleh karena itu, sub-disiplin linguistik makro itupun banyak sekali, misalnya subdisiplin seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, etnolinguistik, stilistika, filologi, dialektologi, filsafat bahasa, dan neurolonguistik (Muhammad, 2011:133).
  1. Adanya suatu metode
Menurut dunia ilmu pengetahuan, kata metode sering diartikan sebagai jalan berpikir dalam bidang penelitian untuk memperoleh pengetahuan. Setidaknya terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa. Lima metode itu adalah :
a.       Metode historis
Metode historis adalah suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yang meliputi empat tahapan :
1)      Heuristik, artinya penentuang sumber kajian.
2)      Kritik, artinya mengkritisi keabsahan sumber kajian.
3)      Interpretasi, artinya melakukan interpretasi terhadap isi sebuah sumber kajian.
4)      Historigrafi, artinya tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah dalam konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa.
b.      Metode sistematis
Metode sistematis ialah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran). Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat bahasa mulai dari aspek ontologi filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada aspek epistemologi, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa. Selain itu, melalui metode sistematis ini seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai dari salah satu aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya. Misalnya, mua-mula dipelajari aliran analisa bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran atau pemikiran lainnya seperti positivism logis, strukturalisme, posstrukturalisme dan posmodernisme.
c.       Metode kritis
Metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Di dunia perguruan tinggi biasanya digunakan oleh para mahasiswa pascasarjana. Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat. Mengkritik itu boleh jadi dengan cara menentang suatu pemikiran atau bisa juga mendukung suatu pemikiran.
d.      Metode analisis abstrak
Metode analisis abstrak, yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena kebahasaan dengan cara memilah-milah. Selanjutnya dilakukan generalisir secara abstarak sesuai dengan kaidah berpikir logis. Analisis dilakukan dengan cara memadukan analisis logis deduksi dan analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan B. Russell.
e.       Metode intuitif
Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai simbol-simbol. Metode ini telah lama diperaktikkan oleh para teosofi Islam (ahli tasawuf) dan mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf. Di dunia Barat, tokoh yang telah memperaktikkan metode ini adalah Henry Bergson (Hidayat, 2009: 15-17).
  1. Pokok permasalahan
Ilmu menunjukkan adanya suatu pokok bahasan atau permasalahan yang dikaji. Berbagai disiplin ilmu yang ada dalam setiap cabang ilmu akan sangat membantu manusia dalam memperlajari fenomena alam, manusia, serta mahkluk hidup lainnya.
Pada dasarnya setiap ilmu termasuk ilmu linguistik, telah mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut.
1.  1. Tahap spekulasi
Dalam tahap ini pembicaraan mengenai sesuatu dan cara mengambil simpulan dilakukan dengan sikap spekuatif. Artinya kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa mengguanakan prosedur-prosedur tertentu. Tindakan spekulatif ini kita lihat, dalam studi bahasa, dulu orang mengira bahwa semua bahasa di dunia ini diturunkan dari bahasa Ibrani, maka orang juga mengira bahwa Adam dan Hawa memakai bahasa Ibrani di taman Firdaus. Bahkan sampai awal abad ke-17 seorang filosof Swedia masih mengatakan bahwa di surga Tuhan berbicara bahasa Swedia, Adam berbicara dalam bahasa Denmark, dan Ular berbicara bahasa Prancis (Pei, 1971:12). Semuanya itu hanyalah spekulasi yang pada zaman sekarang tentunya sukar diterima.
2.  2. Tahap observasi dan klasifikasi
Pada tahap ini para ahli dibidang bahasa mengumpulkan dan menggolongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun. Kebanyakan ahli sebelum perang kemerdekaan, baru bekerja sampai ahap ini. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftarkan, ditelaah ciri-cirinya, lalu dikelompok-kelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri yang dimiliki bahasa-bahasa tersebut. Cara seperti
3.  3. Tahap adanya perumusan teori
Pada tahap ini, setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajikan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian dalam disiplin itu dirumuskan hipotesis-hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan itu, dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada (Chaer,2012:7-8).
Disiplin linguistik dewasa ini sudah mengalami ketiga tahap di atas. Artinya, disiplin linguistik itu sekarang ini sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Selain itu, bisa dikatakan ketidakspekulatifan dalam menarik kesimpulan merupakan salah satu ciri keilmiahan. Tindakan tidak spekulatif dalam kegiatan ilmiah berarti tindakan itu dalam menarik kesimpulan atau teori harus didasarkan pada data empiris, yakni, data yang nyata ada, yang didapat dari alam yang wujudnya dapat diobservasi (Chaer,2012:8).
Aktivitas empiris biasanya bekerja secara induktif dan deduktif. Pada mulanya kegiatan itu dimualai dengan mengumpulkan data empiris. Data empiris itu dianalisis dan diklasifikasikan. Lalu, ditarik kesimpulan berdasarkan data empiris itu. Kesimpulan ini merupakan kesimpulan induktif. Kemudian kesimpulan ini diuji lagi pada data empiris yang diperluas. Bila dengan data empiris baru ini kesimpulan itu tetap berlaku, maka kesimpulan itu berarti semakin kuat kedudukannya. Sebaliknya jika data baru itu tidak cocok dengan kesimpulan itu, maka berarti kesimpulan itu menjadi goyah kedudukannya.
Dalam ilmu logika terdapat dua jenis penalaran: penalaran induktif dan deduktif. Pada penalaran pertama, mula-mula data disediakan, dianalisis, dibahas dan disimpulkan. Kesimpulan mengenai data khusus dibuat berdasarkan kesimpulan umum. Namun, kebenaran kesimpulan deduktif ini sangat tergantun pada kebenaran kesimpulan umum, yang lazim disebut premis mayor, yang dipakai untuk menarik kesimpulan deduktif itu (Muhammad,2011:101).
Sebagai ilmu empiris linguistik berusaha mencari keteraturan atau kaidah-kaidah yang hakiki dari bahasa yang ditelitinya. Karena itu, linguistik sering juga disebut ilmu nomotetik. Kemudian sesuai dengan predikat keilmiahan yang disandangnya linguistik tidak pernah berhenti pada titik kesimpulan; tetapi akan terus menyempurnakan kesimpulan tersebut berdasarkan data empiris selanjutnya, lingistik mendekati bahasa yang menjadi objek kajiannya, bukan sebagai apa-apa, melainkan hanya sebagai bahasa. Pendekatan bahasa sebagai bahasa ini, sejalan dengan ciri-ciri hakiki bahasa dalam konsep sebagai berikut :
1. 1. Bahasa adalah ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi. Artinya bagi linguitik bahasa lisan adalah yang primer, sedangkan bahasa tulis hanya sekunder.
2. 2. Bahasa itu bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.
3. 3. Bahasa adalah suatu sisitem, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai suatu kumpulan unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan lainnya mempunyai jaringan hubungan.
4.      Karena bahasa itu dapat berubah dari waktu-kewaktu, sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis (Chaer,2012:11-12).
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Misalnya ilmu kimia dibagi atas kimia organik dan kimia anorganik; ilmu kedokteran dibagi, antara lain, atas kedokteran gigi, kedokteran umum, dan kedokteran hewan. Demikian juga linguistik. Mengingat bahwa objek linguistik, yaitu bahasa, merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas, maka subdisiplin atau cabang linguistik itupun menjadi sangat banyak. Subdisiplin linguistik seperti linguistik umum, linguistik diskriptif, linguistik komparatif, linguistik struktural, linguistik antropologis dan sebagainya. Pembagian atau pencabangan itu diadakan tentunya karena objek yang menjadi kajian disiplin ilmu itu sangat luas atau menjadi luas karena perkembangan dunia ilmu (Chaer,2012:13).
Bidang-bidang bawahan tadi semuanya mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasarinya. Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut         struktur-struktur dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa, yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi. Struktur kata, yang namanya morfologi, struktur antar-kata dalam kalimat, yang namanya sintaksis, masalah arti atau makna, yang namanya semantik.
Diantara bidang-bidang dasariah tadi dibedakan juga antara linguistik sinkronik dan linguistik diakronik. Misalnya, penelitian sinkronik tentang bahasa Indonesia menangani kaidah bahasa Indonesia pada zaman sekarang. Sebaliknya, penelitian diakronikatau historis memaparkan tentang sejarah bahasa (Verhaar,2012:10).
Dilihat dari kajian di atas, dapat dikatakan linguistik sebagai disiplin ilmu. Hal ini dikarenakan bahwa linguistik mempelajari bahasa sebagai objek kajiannya. Ilmu linguistik sering disebut linguistik umum. Artinya ilmu linguitik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Jawa atau bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia, yang dalam peristilahan Prancis disebut langage (Chaer,2012:3).
F.     Ciri-ciri Linguistik sebagai disiplin ilmu
Menurut Crystal, dalam bukunya Lingistics, ciri-ciri keilmuan linguistik mensyaratkan sebagai berikut :
1.    1. Eksplisit ( explicitiness)
Ekspilsit berarti tidak ngawur, tidak ada makna ganda, disusun dan dirumuskan secara penuh dan menyeluruh dan tidak ada tabrakan antara satu peraturan dengan peraturan lain.
2.    2. Sistematik (systematicness)
Sistematik berarti beraturan, memola atau generalisasi yang utuh, tidak      terpisah-pisah, merupakan satu kesatuan tunggal yang bagian-bagiannya sejalan dan senada, semuanya mendukung suatu keseluruhan. Linguistik sebagai ilmu harus sistematis sebab bahasa itu sendiri adalah sistem.
3.    3. Objektif (objectivity)
Objektif berarti memerikan sesuatu (sifat, hakikat, keadaan) apa adanya, bebas dari perasaan dan pertimbangan pribadi, yaitu wujud yang sebenarnya hakiki. Linguistik sebagai ilmu haruslah objektif, bagaimana wujud kenyataan struktur, pembagian     bagian-bagian, dan aturan-aturan bahasa yang diselidiki. Hal ini baru tercapai bila pemerian bahasa tersebut merupakan kesimpulan umum dari segala data bahasa yang diamati (Alwasilah, 2011:67-74).
G.    Subsistem Ilmu Linguistik
1.      Fonologi
Menurut Abdul Chaer (2003:102), secara etimologi istilah fonologi ini dibentuk dari kata fon yang bermakna bunyi dan logi  yang berarti ilmu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologiadalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi–bunyi bahasa menurut fungsinya. Verhaar (1984:36) mengatakan bahwa fonologi  merupakan bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu sesuai fungsinya, untuk membedakan makna leksikal dalam suatu bahasa. Jadi bunyi bahasa yang dimaksud oleh Verhaar di sini adalah bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi membedakan makna kata.Dari pernyataan-pernyaataan tersebut, dapat dikatakan bahwa fonologi merupakan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya.Baik itu bunyi bahasa yang bersifat membedkan makna, maupun bunyi bahasa yang tidak berfungsi membedakan makna. Objek kajiannya adalah foneti atau bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Ilmu-ilmu yang tercakup dalam fonologi dalam tataran ilmu bahasa, dibagi menjadi dua jenis, yakni fonetik dan  fonemik.
1.      Fonetik
Fonetik atau ilmu bunyi menyelidiki bunyi-bunyi sebagaimana terdapat dalam periode atau sedapat mungkin terdapat di dalamnya (Verhaar, 1982:8). Dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.Selain itu, fonetik juga dapat diartikan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa, tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebur sebagai pembeda makna atau tidak.
Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu: fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi bunyi itu diselidiki frekuensigetaranya, aplitudonya,dan intensitasnya. Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.
Sebagai ilmu bahasa, fonetik berusaha menemukan kebenaran-kebenaran umum dan memformulasikan hukum-hukum tentang bunyi-bunyi itu dan pengucapannya sebagai kemahiran fonetik. Orang yang sudah terlatih dalam ilmu bunyi, mempunyai pengetahuan dan kemahiran menganalisis dan menghasilkan tiap bunyi bahasa, karena ia telah tahu tentang struktur dan fungsi alat-alat ujar.  Fonetik juga dapat menguraikan dengan sangat tepat dan sesederhana mungkin pembentukan bunyi-bunyi bahasa dan menggunakan alat ucapnya sesuai dengan uraian yang telah diformulasikan.
2.      Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian tersebut,fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:319) diartikan: (1) ilmu bahasa (linguistik) tentang sistem fonem; (2) sistem fonem suatu bahasa; (3) proseduruntuk menentukan fonem suatu bahasa. Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapatdihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan,maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan makna.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.Misalnya bunyi [b], [u], [k]dan [u]; dan [s], [u], [k] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya padabunyi yang pertama, yaitu bunyi [b] dan bunyi [s].Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem [b] dan fonem [s].
2.      Morfologi
Secara etimologi, kata morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitumorphe yang berarti bentuk dan logos yang berarti ilmu.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:755) morfologi didefinisikan sebagai cabang linguistik yang mengkaji tentang morfem dan kombinasinya.Dalam kaitannya dengan ilmu bahasa, yang dipelajari oleh morfologi ialah bentuk kata, perubahan bentuk kata dan makna semantis yang muncul setelah perubahan kelas kata yang disebabkan setelah perubahan bentuk kata itu. Dengan kata lain, secara struktural objek kajian dalam morfologi adalah morfem pada tingkatan terendah dan kalimat pada tingkaan tertinggi.Itu sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna dan kelas kata.
3.      Sintaksis
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattein yang berarti ‘menempatkan’.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1072), sintaksis didefinsiikan sebagai 1) pengaturan hubungan kata dengan kata lain atau dengan satuan lain yang lebih besar. 2) cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagiannya atau ilmu tata kalimat.
DAFTAR PUSTAKA


Alwasilah, Chaedar. 2014. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Alwasilah, Chaedar. 2011. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa.
Chaer, Abdul.2012. Linguistik Umum.Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta.
Hidayat, Asep Ahmad. 2009.  Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Husaini, Adian, et.al. 2013. Filsafat Ilmu, Perspektif Barat dan Islam. Jakarta : Gema Insani.
Fauzan.2014. Pengantar Filsafat Ilmu.Lombok Barat: Arga Puji Press.
Muhammad.2011. Paradiga Kualitatif Penelitian Bahasa. Yogyakarta : Liebe Book Press.
Tafsir,Ahmad.2013. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.Bandung:         PT Remaja Rosda Karya.
Verhaar, J.W.M. 2012. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University press.

LINGUISTIK SEBAGAI DISIPLIN ILMU

A.   Pengertian Bahasa Bahasa adalah salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia, karena bahasa senanti...